Maksakeun - A New Life Style

Tau maksakeun kan? Diambil dari kata berbahasa sunda, maksakeun yang kurang lebihnya kalau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah memaksa.
Nah apa sih yang menarik dari kata Maksakeun, bahkan dengan berani-beraninya saya menyebut itu adalah gaya hidup baru kaum urban – A New Life Style, keren kan? Berani sumpah dicium Luna Maya, sebenernya gak ada keren-kerennya dari gaya hidup yang baru ini, cenderung mengandalkan kenekatan dan banyak berharap dari kalimat “Kumaha Engke” (baca : Gimana Nanti) dari pada realistis untuk sekedar berfikir “Engke Kumaha” ? (baca : Nanti Gimana)
Apa sih sebenarnya yang saya mau bicarakan? Gini yah *ambil nafas dan mulai konsentrasi*, ini semua terhubung dengan cara kita membelanjakan uang kita, cara merencanakan keuangan kita, tidak secara khusus saya tujukan kepada teman-teman yang sudah berkeluarga, yang akan dan yang belum mau berkeluarga juga bisa mendapatkan pelajaran yang cukup berharga kok. Tidak juga bermaksud menyaingi Mbak Wina Hananto (family financial planner) yang terkenal itu, kok saya yang gak tahu apa-apa dan punya pengalaman pengelolaan keuangan jadi terkesan sok tau dan sok menggurui.
Maksakeun, kata ringan yang sering terlontar hari-hari terakhir ini, entah ketika saya berbincang dengan teman-teman kerja atau teman-teman saya lainnya. Iyah kata ini begitu enteng keluar dari mulut dengan lancarnya. Dari mulai membicarakan keinginan membeli rumah, membeli apartemen (padahal rusunami) atau sekedar ingin gaya untuk mengganti kuda beroda empatnya, bahkan lebih parahnya adalah membelanjakan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
Saya : Hebat euy kamu, sekarang udah jadi beli rumah di BSD
Dia : Ah itu juga maksakeun, Allahuma maksakeun J Kalau tidak begitu entah kapan saya bisa membeli rumah
Atau di perbincangan lainnya
Saya : Kenapa lagi pak? Kok sekarang terlihat lesu
Dia : Pusing pak, uang gaji yang sebesar UMR sudah habis lagi. Gak pernah cukup, belum bayar sekolah anak, bayar cicilan motor, beli pulsa, belanja bulanan
![]()
Saya : Wah hebat yah pak, saya sebenarnya salut dengan bapak, gaji sebesar itu bisa membiayai kebutuhan bapak dalam sebulan
Dia : Ah maksakeun ini juga, kumaha engke we’, nasib gaji satu lima pak. Tanggal 1 terima tanggal 5 habis.
Saya :
![]()
Dan begitu banyak perbincangan-perbincangan saya yang dibumbui kata-kata maksakeun itu, yang kalau memang niat harus saya tulis di sini bisa buat kita pegel bacanya.
Kemudian saya terfikir, tidakkah saya seperti itu juga? Maksakeun! Ah rasanya apa yang saya punya sekarang lebih dari karena ilmu Maksakeun itu, bukan di awali oleh perencanaan yang baik.
Sudah terbalikkah sekarang ini? Orang (saya aja kali :p) cenderung lebih nyaman dengan pola maksakeun, yang kalau bisa kita artikan lebih sederhana lagi adalah lebih nyaman dengan pola pemaksaan untuk bayar (bahkan plus bunga) dibandingkan melakukan perencanaan terlebih dahulu seperti menabung. Orang cenderung memilih untuk senang dahulu, bersakit kemudian.
Banyak alasan di balik itu, dari mulai alasan ringan yang keluar sekenanya seperti tidak semangat bekerja kalau tidak punya hutang atau alasan logis tentang beratnya menahan nafsu untuk tetap pada tujuan ketika tahu ketika mempunyai tabungan.
Jaman sekarang kita lebih nyaman untuk melakukan akad kredit dibandingkan pergi ke bank untuk membuat account baru yang diperuntukan untuk menabung, kita cenderung lebih nyaman untuk membeli mobil baru dengan pola leasing dibandingkan menabung beberapa tahun untuk membeli mobil yang sesuai dengan pendapatan dan tabungan kita atau kita lebih nyaman menghabiskan limit kartu kredit karena tertarik promo air asia ke singapura dengan tiket murahnya daripada menyimpan kelebihan uang kita sebagai dana darurat untuk dipakai pada saatnya nanti.
Maksakeun! Itulah yang terjadi pada saya, dan mungkin anda. Entahlah sebenarnya ilmu pembelian bijaksana atau mengatur keuangan sebenarnya level saya sudah bukan pemula lagi. Pekerjaan saya pun tidak jauh-jauh dari dunia pembelian, entah sudah berapa buku sudah saya baca mengenai hal ini, dan hitungan seminar ataupun kursus sudah saya sambangi. Yah tapi itu, keahlian itu seperti hilang tak berbekas ketika saya mengelola keuangan dan pembelanjaan personal dan keluarga.
Maksakeun! Gaya hidup baru yang saya alami dan mungkin masyarakat urban lainnya. Dompet yang dipenuhi kartu kredit keluaran beberapa bank, tagihan bulanan untuk pembelian mobil belum juga tagihan KPR yang mau tak mau jangan sampai telat di bayar awal bulannya.
Kita lebih memilih itu, Maksakeun! Dengan berbagai alasan di belakangnya, kenyamanan yang diperoleh dari memiliki barang secara cepat, tanpa berfikir ada hutang di belakangnya. Kenyamanan semu yang ditawarkan dari banyaknya asset yang sebenarnya belum bisa disebut asset mengingat ada kewajiban tertangguhkan di belakang itu.
Lalu apa yang harus saya dan anda lakukan? Masihkah kita nyaman dengan keadaan dan kondisi ini? Kondisi maksakeun?
Jujur saya tidak merasa nyaman, rasanya sakit, ketika tiap bulan saya merasa terpaksa untuk membayar cicilan ini itu yang kadang ketika saya sadar sebenarnya tidak terlalu saya perlukan.
Maksakeun! Hindari ini, ketika saya dan anda masih mempunyai pilihan. Pilihan untuk tetap nyaman terus dengan konsekuensi mungkin mengorbankan beberapa keinginan anda, atau pilihan menjadi nyaman tapi semu dan menghabiskan sisa hari anda dengan racauan dan omelan ketika menerima tagihan.
Berenang-renang dahulu berakit-rakit kemudian … ilmu dasar Maksakeun, Bersenang-senang dahulu, Bersakit-sakit kemudian.
Recent Comments